Selasa, 09 Maret 2010

PESAN TERAKHIR

Penulis: Kang Eno
Sepuluh bulan sudah usia pernikahan kami, hari-hari yang kami lalui terasa sangat indah, penuh kasih sayang, kemesraan, kelembutan dan kedamaian, serta waktu yang kami lalui pun terasa begitu cepat dan singkat. Aku adalah seorang isteri dari suami yang bekerja di sebuah lembaga kemanusiaan yang mendapat legalitas pemerintah. Awal Januari 2009 yang lalu, suamiku mendapat tawaran dari lembaga tempatnya bekerja, yaitu sebagai relawan kemanusiaan untuk penyelamatan korban perang yang sedang berkecamuk di Palestina. Kami berdua bermusyawarah untuk menentukan keputusan yang tepat apakah harus menerima atau menolak tawaran itu, karena tawaran itu terbatas untuk beberapa orang saja dan bisa dilimpahkan juga kepada orang lain yang lebih siap. Awalnya aku sempat ragu untuk menerima tawaran untuk suamiku itu, karena aku teringat akan usia pernikahan kami yang baru seumur jagung dan anak pertama yang aku kandungpun belum lahir, kadang aku berpikir, bagaimana nanti nasib suamiku atau nasib anakku kelak dan bagaimana kalau ia terlahir dalam keadaan yatim, siapa yang menafkahi aku dan anakku, semuanya pikiran dhoif itu aku simpan agar tidak mengecewakan suamiku, tapi setelah mendapat penjelasan dari suamiku tercinta, akhirnya aku tersadarkan bahwa masalah mati, rizki dan segalanya sudah ada yang Maha Mengatur. Akhirnya kami pun sepakat menerima tawaran itu dan ini merupakan pengalaman pertama bagi suamiku juga dalam kegiatan kemanusiaan ke luar negeri. Selang tiga hari kemudian suamiku berangkat bersama rombongan yang terdiri dari 10 orang dengan berbagai macam keahlian dalam bidang medis. Aku pun mantap dan rela untuk melepas kepergiannya. Masih teringat bagaimana saat-saat perpisahan, beliau mengecup keningku dan mengucapkan salam untukkku, aku pun menjawab salamnya dengan penuh ketulusan dan rasa hormat. “Selamat jalan suamiku semoga Allah selalu melindungi dan merahmatimu”, lirih doaku saat tatapan terakhirku melepas kepergiannya bersama rombongan relawan.
Seminggu sudah suamiku bertugas, hampir tiap hari suamiku menelpon, menanyakan kabarku dan anak dalam kandunganku, beliau selalu berpesan selalu sabar dan tawakkal pada-Nya. Akupun juga suka mengirim SMS untuknya, salah satu SMSku yang sengaja aku simpan sampai sekarang, isinya “Abi, suamiku tercinta, tolong kasih tahu aku jikalau Abi mempunyai utang atau janji sama orang lain yang belum Abi penuhi, barangkali aku bisa memenuhinya!”, tidak lama kemudian beliau membalasnya dengan menelpon “Isteriku tercinta, Abi sangat bangga punya isteri sepertimu, engkau selalu mengingatkanku, meskipun Abi jauh darimu...Afwan isteriku, mobil suah siap berangkat meninggalkan Rafah(perbatasan Mesir-Palestina), teman-teman memanggilku, Abi ingat-ingat dulu, insya Allah Abi kasih tahu, barangkali Abi punya sangkut paut sama orang lain yang belum Abi penuhi, tetap shabar&tawakkal isteriku, jangan lupa jaga anak kita! Assalamu ‘alaikum....”. Sejak terakhir kali suamiku menelpon, beberapa hari kemudian aku tak menerima telepon darinya lagi, HP nya juga sudah tidak aktif lagi, sempat aku berpikir yang bukan-bukan, tapi aku berusaha untuk selalu tenang dan sabar, setiap terlintas pikiran seperti itu, lantas aku ambil air whudu dan aku laksanakan shalat dua rakaat, akhirnya jiwaku benar-benar tenang kembali.
Aku perhatikan kalender yang menempel diatas meja kamarku, setiap tanggal yang terlewati tugas suamiku aku coret, aku hitung dengan seksama ternyata sudah 14 coretan tanggal dikalender, artinya tugas suamiku hampir selesai, karena beliau pernah memberitahu aku, insya Allah paling lama tugasnya berakhir selama 15 hari. Setengah bulan sudah suamiku belum pulang, kabar dari telepon pun sudah lama tidak ada, aku pun jadi penasaran, untuk mengobati rasa penasaranku aku ambil HP dan aku telepon ke lembaga tempatnya bekerja, katanya rombongan relawan kemanusian dari Palestina baru saja pulang, dan aku tanyakan apakah suamiku juga sudah pulang dengan selamat, tetapi jawabannya masih meragukan, penuh tanda tanya “Maaf Bu, kami belum bisa memberikan informasi yang pasti, karena rombongan baru saja tiba di bandara, Ibu tungggu saja dirumah, insya Alloh nanti kami beritahu Ibu”, begitulah jawaban dari pihak lembaga. Aku masih menyimpan sejuta penasaran, dari getaran suaranya, sepertinya ada yang disembunyikan dibalik suara penelepon tadi, tetapi aku selalu berusaha untuk shabar. Sorenya sekitar jam 5, ada dua orang datang ke rumahku, kelihatannya suami isteri dan aku tahu salah seorang tamu itu adalah sahabat suamiku yang ikut bersama rombongan ke Palestina. Aku pun menerimanya dengan hormat. Seorang ikhwan sahabat suamiku kemudian berkata “Ukhti Fatimah.. Semoga Allah selalu melimpahkan kesabaran dan tawakkal kepada Ukhti, maksud kedatangan kami kesini adalah memberikan informasi bahwa suami Ukhti, Abdullah telah berpulang ke rahmatullah, beginilah ceritanya...Saat rombongan kami sudah seminggu melakukan kegiatan di Raffah, tiba-tiba kami diminta bantuan oleh lembaga kemanusiaan PBB untuk segera mengirim bantuan ke tempat pengungsian warga karena banyak korban yang memerlukan bantuan. Jarak tempat pengungsian itu lebih dari 20 KM dari perbatasan Rafah masuk ke wilayah Palestina, akhirnya rombongan kami pun terbagi menjadi dua bagian, 5 orang tetap berada di perbatasan Rafah termasuk ana, sedangkan yang 5 orang lagi termasuk Abdullah berangkat menuju pengungsia warga, tapi sebelum Abdullah berangkat, sempat ia menitipkan surat padaku untuk disampaikan ke Ukhti, ia bilang: “Seandainya Allah menjemputku saat menjalankan tugas ini dan antum selamat, tolong antum sampaikan suratku ini untuk isteriku tercinta, tetapi seandainya aku selamat, maka aku akan ambil lagi surat itu, sejak itulah kamipun berpisah dan dua hari kemudian komunikasi kami pun terputus, setelah keadaan sudah cukup aman kami terus berusaha mencari informasi tentang kabar rombongan yang 5 tadi, dan kami pun berhasil menemukannya, tetapi Allah berkehendak lain, diantara 5 orang relawan itu, dua orang telah syahid, termasuk salah satunya Abdullah suamimu, setelah jet tempur Israel yang memuntahkan clutser menggempur tempat pengungsian warga, padahal daerah itu adalah daerah perlindungan PBB. Kami pun sempat mengalami kesulitan saat mengidentifikasi jenazah, karena saking banyaknya mayat-mayat yang tak dikenali, untungnya kami dapat mengenali suami ukhti dari jam tangan yang dipakainya, afwan ukhti pihak kami tidak bisa membawa jenazah suami ukhti kesini, setelah kami bermusyawarah bersama rekan-rekan serombongan dan mengingat keadaan jenazah dan situasi yang sangat darurat akhirnya kami menguburkan jenazah Abdullah dan seorang lainnya di kuburan massal di Gaza bersama jenazah para pejuang Palestina yang syahid, jadi itulah maksud kedatangan kami kesini yaitu untuk memberikan informasi dan menyampaikan amanat surat dari suamimu dan kami pun ikut berbela sungkawa atas musibah yang menimpa suami ukhti, tapi kami yakin Abdullah termasuk salah satu dari ribuan pejuang-pejuang yang syahid, kami berharap ukhti tetap sabar dan tawakkal, karena yakin Allah bersama orang-orang yang sabar dan kita pun semua dari Allah dan akan kembali pada-Nya, innalillaahi wa inna ilaihi roojiun...”, Setelah semua informasi tentang suamiku sudah jelas, lalu kedua tamu itu permisi sambil memberikan padaku sepucuk surat titipan suamiku dan sebuah bingkisan sebagai tanda belasungkawa dari pihak lembaga atas kepergian suamiku, sebagai rasa hormat, aku pun menerima bingkisan itu dan aku ucapkan terima kasih atas amanat, informasi dan segala bantuannya. Tak terasa waktu hampir mendekati maghrib, surat itu aku simpan baik-baik, aku belum berani membuka surat itu, hatiku belum tenang. Aku coba berusaha menenangkan hatiku, baru ba’da shalat isya surat itu bisa aku baca, tak satu kalimat pun terlewati, semuanya aku baca dengan seksama. Tak terasa air mataku mengalir deras dari kedua sudut mataku membasahi kedua belah pipiku.
Dibawah ini surat dari suamiku tercinta:

Palestina, 17 Januari 2009
Untuk isteriku tercinta:

Fatimah
Di Indonesia

Assalamu ‘alaikum wr.wb
Ukhti Fatimah isteriku tercinta yang dirahmati Allah...
Semenjak perpisahan kita beberapa hari yang lalu, Abi melihat rautmukamu begitu cerah, tegar, penuh keikhlasan, tandanya ukhti penuh kerelaan melepas kepergian Abi dan Abi pun semakin semangat untuk segera melaksanakan tugas mulia ini. Apalagi beberapa hari kebelakang kita sama-sama melihat dilayar TV bagaimana kekejaman bajingan-bajingan israel laknatullah membantai saudara-saudara kita di Palestina, tidak mengenal apakah itu pejuang atau rakyat sipil, orangtua ataupun anak-anak, hampir semuanya mereka bantai selama masih bisa diakalin dengan alasan-alasan yang sebenarnya tidak masuk diakal, apalagi informasi terakhir yang sangat mengiris hati kita, yaitu seorang bocah tak berdosa mereka berondong dengan senapan otomatis kemudian mayatnya dibiarkan dimakan anjing-anjing pelacaknya. Laknatullah ‘alaihim..
Isteriku tercinta...
Seandainya surat ini telah sampai ketanganmu, bisa dipastikan Abi sudah menghadap Rabb. Pesan Abi, bersabar dan tawakallah isteriku, jaga dirimu dan anak kita, seandainya ia terlahir dengan selamat dan diberi umur yang panjang oleh-Nya, bimbing dan didiklah ia sampai menjadi jundi yang dicintai Allah dan rasul-Nya.
Isteriku yang shalihah...
Setelah Abi ingat-ingat, rasanya Abi nggak punya sangkutan utang atau janji sama rekan kerja Abi atau pun orang lain, tetapi seandainya Abi khilap dan ada orang yang datang kepadamu menuntut hak-haknya karena Abi, tolong sampaikan permohonan maaf Abi dan penuhilah hak-haknya dari harta Abi yang tersisa.
Isteriku bidadariku...

Selama Abi menjadi kepala rumah tangga untukmu, hampir bisa dipastikan banyak kehilapan-kehilapan Abi yang disengaja ataupun tidak disengaja atau masih banyak hak-hak isteriku tercinta yang belum bisa Abi penuhi, oleh karenanya Abi mohon maaf kepada isteriku tercinta dan tak lupa doakan Abi, semoga Allah SWT mengampuni semua kesalahan Abi dan menempatkan Abi ditempat yang mulia di sisi-Nya. Semoga kita bisa berjumpa kembali di jannah yang kekal dalam naungan keridhoan-Nya. Amiiin..

Wassalamu ‘alaikum wr.wb

Suamimu tercinta



Abdullah Azzam

Catatan: tulisan ini adalah fiktif, supaya lebih menarik, waktu dan tempatnya sengaja saya buat mirip dengan keadaan yang sebenarnya. Semoga bermanfaat. Amiin...

3 komentar:

  1. cerita yg buat saya terharu...
    subhanallah^^

    BalasHapus
  2. meski fiktif, namun kisah ini patut untuk kita renungkan dan ambil hikmahnya, mungkin tidak sama persis tapi terkadang kita menemui hal yang hampir sama di tempat dan keadaan yang berbeda

    BalasHapus
  3. geura ah blogger majalengka hudang. lamun lain urang nu ngenalkeun majalengka rek saha deui....

    salam blogger bantarwaru

    BalasHapus