Senin, 31 Agustus 2009

Yang Masih Selalu Ada

Penulis : Agus Triningsih (kotasantri.com)
Namanya mas Pras. Dia teman sekantor saya. Sudah setengah tahun dia mutasi ke kantor saya, tapi saya baru merasa dekat dengannya 3 bulan terakhir ini. Itu pun karena urusan pekerjaan mengharuskan komunikasi di antara kami. Komunikasi kami seringkali hanya melalui vasilitas YM (Yahoo Messenger) yang tersedia di meja kerja kami masing-masing. Orangnya terlalu pendiam. Dan saya, paling sulit dan enggan memulai komunikasi dengan orang-orang baru di sekitar saya.

Beberapa waktu terakhir, kami mulai saling berbagi untuk beberapa hal. Hal-hal ringan di luar pekerjaan tentunya. Kadang saya atau pun mas Pras memulainya dengan gurau-gurauan ringan di sekitar kami. Belakangan saya baru tahu, ternyata mas Pras cukup humoris dan terbuka. Saya merasa mas Pras sangat ’care’ dengan saya dan dengan orang-orang di sekitar kami.

Akhirnya, kini saya mengganggap mas Pras sebagai abang bagi saya, bagian dari keluarga saya, orang yang saya hormati, dan juga saya segani. Begitu juga sebaliknya, mas Pras memposisikan saya seperti itu. Tempo hari, saya pernah berbagi tentang rencana pernikahan saya, mas Pras juga berbagi tentang rencana yang sama. Lalu sayalah yang akhirnya lebih dulu menikah dengan laki-laki yang kini sangat saya cintai dan saya kagumi. Dan mas Pras sendiri baru akan menikah di akhir tahun ini. Bukan karena ’materi’ yang menghalanginya, tapi karena faktor ’kesiapan’ dari calon istrinya.

Kira-kira 2 minggu setelah pernikahan saya, ada masalah yang cukup mengganjal di hati saya. Saya dan suami diminta untuk segera pindah dari rumah yang kini saya tempati. Itu artinya saya harus dengan segera mencari rumah baru, seminimalnya rumah kontrakan yang bisa kami tempati berdua. Tetapi setelah lama mencari, kami mendapatkan rumah tinggal yang cukup luas untuk kami berdua dan anak-anak kami nantinya, sebuah rumah dengan dua buah kamar yang terletak di pinggiran kota. Dari hasil negoisasi dengan si empunya rumah, kami bisa memilikinya dengan harga 80 juta. Kami sepakat untuk membeli rumah tersebut, dan baru akan melakukan transaksinya sepekan kemudian. Sejujurnya kami tak memiliki tabungan sebanyak itu, maka sudah pasti kami harus mencari pinjaman, meski belum tergambar dengan jelas ke mana kami harus mencari pinjaman sebesar itu. Meminjam ke bank? Terlalu rumit urusannya.

Beberapa hari setelah itu, saya YM-an dengan mas Pras, ingin berbagi kembali. Ya, hanya ingin sekedar berbagi, hanya ingin sekedar mengurangi beban hati. Lalu dengan sedikit sungkan dan segan, saya pun membaginya. Dan tahukah? Betapa tak pernah saya bayangkan sebelumnya, dengan mudahnya dan tanpa ba...bi..bu.. lagi, mas Pras menawarkan pinjaman 80 juta tersebut. Seketika itu saya menangis. Bayangkan saja, mas Pras dengan rela meminjamkannya tanpa kesepakatan apa pun. Dengan bijaksananya ia katakan, "Gunakan saja dulu, dan silahkan kembalikan jika sudah ada rizkinya." Ketika saya katakan bahwa mungkin saya dan suami hanya bisa membayarnya dengan cicilan dan mungkin baru akan lunas 8-10 tahun ke depan. Dengan sangat baiknya Mas Pras katakan, "Gak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan. Mohon do'akan saja agar mas segera bisa menyusulmu ya. Do'akan agar semua rencana Mas terlaksana dengan lancar."

Keesokan harinya mas Pras langsung mentransferkan uangnya ke rekening saya. Maka, hilanglah sebuah beban itu. Sungguh mas Pras adalah pahlawan bagi kami. Saya takjub dengan kebaikannya. Bayangkan saja, dia sangat sederhana, belum menikah, belum memiliki rumah pribadi, belum memiliki kendaraan pribadi, dan usianya belum genap 25 tahun. Dan uang itu belum tentu kembali dalam 8 tahun ke depan. Bagi orang-orang seusianya, tentu akan banyak pertimbangan, paling tidak uang itu akan mereka gunakan untuk biaya pernikahan, ataupun untuk rencana-rencana lain di masa depan. Jika pun mereka meminjamkan, mungkin gak lebih dari 50%-nya atau bahkan kebanyakan dari mereka akan menolak, "Maaf, saya gak bisa bantu karena saya juga sedang membutuhkannya."

Mungkin ada yang mengira kalau kebaikan-kebaikannya itu hanya karena kedekatan saya dengannya?

Ceritanya gak hanya sampai di situ. Sekitar satu bulan setelah pinjaman itu, teman suami saya akan melahirkan. Tetapi karena ada kelainan pada kandungannya, maka dokter memutuskan bahwa istrinya harus dioperasi. Gak ada arternatif lain. Untuk semua proses itu, seminimalnya harus mengeluarkan biaya 5 juta rupiah, belum termasuk biaya rumah sakit, obat, dan lain-lain. Saat itu, teman suami saya tidak mempunyai dana yang cukup untuk semua biaya tersebut, bahkan sangat jauh dari cukup. Sedangkan tanpa uang sejumlah itu, istrinya tidak akan bisa segera dioperasi, dan itu artinya istrinya harus menunggu hingga suaminya memiliki uang yang cukup. Lalu suami saya dan teman-teman lainnya berinisiatif mengumpulkan uang sukarela untuk membantunya. Karena waktu itu akhir bulan, maka uang yang terkumpul hanya 1 juta lebih sedikit. Tentu saja belum mencukupi.

Dan kembali. Saya kembali membagi cerita itu ke mas Pras, masih melalui YM kami. Apa tanggapan mas Pras? "Wah, maaf banget ya. Mas bisa bantu, tapi gak bisa bantu banyak. Mas cuma bisa bantu 3 juta. Ke rekening mana harus ditransfer? Mas akan transfer segera. Semoga ibu dan bayinya sehat dan selamat."

Subhanallah. Untuk kedua kalinya saya takjub dengan kebaikannya. 3 juta itu mas Pras berikan sebagai infaq, bukan pinjaman. Padahal mas Pras sama sekali gak mengenal teman suami saya. Dan lantaran 3 juta tersebut, istri teman suami saya itu bisa segera dioperasi dan alhamdulillah keduanya sehat dan selamat.

Saya yakin, masih banyak kedermawanan mas Pras lainnya yang tidak saya ketahui. Dan dua cerita tadi hanyalah sebagian kecil kisah-kisah ’hero’ lainnya dari seorang Prasetyo Pambudi, ST.

Pada kesempatan yang lain, saya coba menanyakan padanya, apa motivasi atas kedermawanannya itu? Lalu dengan kesahajaannya, mas Pras katakan, "Ya, uang itu kan titipan dariNYa toh? Berat juga kalau dititipi banyak-banyak. Daripada begitu, mending dibagi aja kan? Karena pasti ada hak orang lain pada rizki yang mas dapatkan dariNya."

Mas Pras bukan terlahir dari keluarga kaya. Bukan juga dari keluarga miskin. Ikhtiar dan didikan orangtuanya menjadikan ma Pras ’hebat’ seperti sekarang. Saya gak tahu pasti berapa gaji bulanannya, tapi mungkin tidak kurang dari 4 juta perbulan, belum ditambah bonus-bonus lainnya. Saya pikir, ada banyak orang yang mempunyai penghasilan bulanan yang lebih besar darinya, baik di kantor saya maupun di tempat kerja lainnya, tapi TIDAK banyak orang yang seperti mas Pras.

Saat ini mas Pras sedang ada di Perancis. Kantor pusat kami mengutusnya untuk mengikuti sebuah training internasional selama beberapa pekan. Suatu kesempatan yang tentu saja sangat jarang menyapa setiap kita. Dan saya yakin, kesempatan yang mas Pras dapatkan adalah salah satu tanda keberkahanNya dan balasan dariNya atas segala kebaikan dan kedermawanannya. Saya berharap, masih banyak mas Pras-mas Pras lainnya yang bertebaran di bumi ini, seseorang yang senantiasa ada, di saat yang lain tiada.

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 261).

Allah berfirman, "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya. Dialah sebaik-baiknya Pemberi rizki." (QS. Saba : 39).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar