Senin, 31 Agustus 2009

Kecelakaan itu, Menguatkannya

Penulis : Agus Triningsih (kotasantri.com)
Suatu malam di tahun 2001, sekitar pukul 23.00 WIB, ia pulang dari tempat kerjanya, seperti biasa. Ia memang bekerja malam, karena paginya ia juga menjadi mahasiswa di salah satu universitas swasta di Pontianak. Malam itu, ia mengendarai motornya dengan kecepatan normal, 50-70 km/jam. Jalanan malam memang sepi. Wajar, jika beberapa pengemudi kendaraan seringkali menaikkan kecepatan kendaraan mereka. Hanya ada beberapa kendaraan yang ditemuinya. Hingga kemudian secara mendadak sebuah mobil sejenis JEEP yang datang dari arah berlawanan menabraknya. Tak sama sekali bisa mengelak.Motornya nyangkut di bawah bemper mobil depan. Malangnya, sopir mobil tersebut tak sama sekali menghentikan kemudinya. Ternyata sopir tersebut tak menyadarinya dan baru tersadar ketika beberapa orang yang mengetahui kejadian tersebut (mereka tahu karena terdengar suara gesekan yang sangat keras, antara besi-besi motor dan aspal jalan) mengejar mobilnya dan meneriakinya agar berhenti.Miris banget!! Mobil itu baru benar-benar berhenti sekitar 600 meter dari tempat kejadian awal. Bayangkan?! Ia dan motornya terseret sejauh 600 meter! Situasi pun menjadi ramai, karena tempat kejadian memang dekat dengan pemukiman masyarakat. Masyarakat pun memberikan beberapa pukulan terhadap sopir tersebut, tapi selidik punya selidik, ternyata sopir tersebut dalam kondisi mabuk. Syukurnya, masyarakat masih mempunyai ”maaf” untuk sang sopir. Proses ”penghakiman masa” itu lalu dilanjutkan ke kantor polisi. Tapi masyarakat yang masih terbakar amarah lalu beramai-ramai membakar mobil tersebut. Hangus dan tamatlah riwayat kendaraan beroda empat yang tak tau diri itu. Lalu bagaimana dengan kondisinya? Dengan kondisi kecelakaan yang sedemikian hebat, masyarakat bahkan mengira ia telah meninggal, jika tidak mungkin ia akan meninggal di RS. Tetapi Allah membuktikan kekuasaanNYA. Ia selamat, darah hanya ke luar dari luka terparahnya, di bagian tungkak kaki yang tertimpa motor dan bergesekan dengan aspal sejauh 600 meter. Bagian lainnya tak sama sekali mengalami luka luar. Kepalanya aman karna terlindungi oleh helm gandanya. Sementara punggungnya yang bergesekan dengan aspal hanya mengalami luka gores karena juga terlindungi oleh jaketnya yang tebal. Ia lalu dibawa ke rumah sakit dalam kondisi yang tak sadar dan baru sadar 3 hari kemudian. Tapi ia tak sama sekali dapat menggerakkan anggota tubuhnya kecuali mata, lidah, dan kedua bibirnya. Meski hanya sebelah kakinya yang patah, operasi pun dilakukan, untuk memasang pen di kakinya. Ia diizinkan pulang dari RS sekitar 2 pekan kemudian. Ia lalu menjalani rawat jalan di rumahnya. Tapi sebulan kemudian, selama sepekan ia harus dirawat kembali di RS, karena luka kakinya mengalami pendarahan hebat. Setelahnya ia kembali dirawat di rumah, dengan kondisi lumpuh total selama 2 tahun. Ia kehilangan kesempatan untuk melanjutkan kuliahnya, kehilangan pekerjaannya, bahkan ia kehilangan ’dunia mudanya'. Sekian lama ia merasa sepi, hanya ada ibunya yang setiap saat selalu menemaninya, demikian juga dengan keluarga kandungnya yang lain. Awalnya teman-temannya masih sering mengunjunginya, tapi lambat laun mereka justru tak pernah datang kembali, sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing.Awalnya ia merasa sulit menerima semuanya dan selalu merasa sendiri dalam ketidakberdayaannya. Perasaan kecewa, sedih, dan menyesali keadaan menemani hari-harinya selama beberapa bulan. Tapi kemudian ia justru merasakan kasih sayangNya. Ia merasakan sentuhan-sentuhanNya dalam kehidupannya. Ia merasa bahwa Allah semakin dekat di hatinya. Lalu ia pun semakin tunduk terhadap ketentuanNya. Hari-harinya kemudian penuh dengan ketawadhuan dan kekhusyuan ibadah kepadaNya. Ia semakin sering menghabiskan waktunya dengan bacaan-bacaan Islami. Sesuatu yang sebelumnya sangat jarang ia lakukan. Kian hari motivasinya untuk sehat semakin kuat. Ia semakin optimis untuk kembali bisa menggerakkan semua anggota tubuhnya seperti sedia kala.Setiap hari setiap waktu, ia berusaha menggerakkan kaki dan tangannya. Mengikhtiarkan dengan sepenuh hati dan sepenuh harapan terhadapNya. Meski awalnya tampak mustahil, tak ada respon sama sekali dari tubuhnya. Semua begitu sulit untuk digerakkan. Tapi 2 tahun setelah itu, sedikit demi sedikit jari-jari tangan dan kakinya mulai bisa digerakkan. Ia bersyukur dan semakin yakin bahwa suatu saat ia juga akan mampu menggerakkan semuanya. Hari ke hari ia terus mencoba dan mencoba. Hingga sekitar 5 tahun setelah peristiwa itu, Allah mengizinkannya kembali berjalan menapaki bumi. Meski masih dengan menggunakan kruk dan tak sesempurna dulu. Tapi itu sebuah prestasi yang luar biasa! Sebuah prestasi atas kesabarannya. Sebuah prestasi atas harapannya yang tak pernah pupus. Sebuah prestasi atas ”nrimonya" terhadap ketentuannya. "Abang menyesali semua keadaan tersebut?", "Tidak sama sekali, justru abang mensyukuri semuanya, ada banyak hikmah yang Allah bentangkan. "Abang gak membenci sopir itu?","Tidak sama sekali, sejak lama abang sudah memaafkannya. Semua sudah ditentukanNya. Jadi tidak seharusnya ada yang disalahkan."Ia adalah sahabat saya. Tempat saya berkaca diri. Lelaki yang begitu kuat dan tegar. Lelaki shaleh. Lelaki yang kesabarannya tak berbatas. Saya mengenalnya dari sebuah radio dakwah.Kami sama-sama menyukai salah satu program radio tersebut, Pena Muda. Sebuah program yang membuat pendengarnya aktif menulis, terutama puisi Islam. Dan ia adalah salah satu pendengar yang aktif membacakan puisi-puisinya. Sebelum mengetahui kisah hidupnya, seringkali puisinya membuat saya menangis, karena memiliki makna yang begitu dalam. Alhamdulillah kemudian Allah mempertemukan saya dengannya. Saya dan beberapa teman mengunjunginya (karena fisiknya, hingga kini ia masih belum beraktifitas di luar rumah), lalu ia menuturkan kisahnya dengan begitu tegar.Sejak saat itu, setiap kali mengingatnya, saya merasa tertampar. Sebab oleh nikmat sehat yang sering terlewatkan begitu saja. Sebab oleh jarang mensyukuri pemberian dariNya. Sebab oleh ibadah saya yang jauh dari sempurna meski tak ada kondisi fisik yang membatasinya. Sejak saat itu, saya kembali meyakini bahwa segala sesuatu yang kita miliki hanyalah sekedar titipanNya, dan setiap kita harus siap jika kemudian titipan itu kembali diambilNya.
Semoga Allah senantiasa menguatkan akar keimanan kita. Agar kita mampu menghadapi segala sesuatu yang tak sama sekali kita inginkan. Amin.

Aku berjalan mengitari cakrawala
Bawa seratus luka, kantongi sejuta bintang
Ku daki jurang terjal di antara seribu bunga bertabur duka
Saksikan segudang peristiwa, membasuh pedih dengan selaksa airmata

Tuhan, dengan angin, hembuskanlah nafas kekuatan
Agar bisa kupecahkan karang belenggu pada ranting-ranting yang rapuh
Kabarkanlah do'a, yang dengannya ku buka 7 pintu langitMu
Dan akan ku masuki bingkai ruang bertabur cinta
Dengan aroma keharuman malaikat subuh
Merajut bahagia berbenang do'a dalam rangkaian hari-hari dengan satu harapan
Bunga yang ku tanam di kening pagi, ku harap mekar di dada siang
Dan akan ku petik hingga waktunya di kaki senja nanti

(Oleh Dia, 22 Februari 2009)
Memory, 14 Ramadhan 1429 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar